Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan bahwa perlahan namun pasti, lokalisasi prostitusi di kotanya akan ditutup semua.
"Di kita lokalisasi ada lima, saya sudah tutup tiga," katanya seusai menjadi pembicara Series Seminar bertajuk Indonesia Menjawab Tantangan: Kepemimpinan Menjadi Bangsa Pemenang yang digagas Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, di Salemba, Jakarta, Jumat (29/11).
Di penghujung tahun nanti, menurutnya satu lokalisasi lainnya akan ditutup. Lalu terakhir, pihaknya menargetkan pertengahan 2014 nanti lokalisasi terbesar di Surabaya yakni Dolly, sudah ditutup pula.
Meski diakui bahwa banyak demo dan desakan dari berbagai pihak, bahkan dari Jakarta, agar mengurungkan niat penutupan lokalisasi, perempuan yang akrab dipanggil Risma itu menegaskan takkan gentar. "Saya rela mati demi ini," tandasnya yakin.
Keteguhan itu tidak terlepas dari alasan awal keinginannya menutup lokalisasi. Risma bercerita bahwa dulu saat banyak kalangan, terutama kiai, yang memintanya menutup kawasan prostitusi, dialah yang justru tidak yakin mampu. "Kalau saya tutup saat itu, saya belum bisa kasih makan," kisahnya.
Bila demikian, dia meyakini penutupan justru akan menimbulkan masalah baru karena para pekerja seks komersial boleh jadi justru membuka kawasan prostitusi di mana-mana.
Alasan lainnya kenapa dulu ia tidak begitu berkeras untuk menutup lokalisasi, adalah terkait tanggung jawab. "Saya nggak pernah buka kok saya harus nutup," katanya jenaka.
Namun kemudian pandangan itu berangsur berubah sejak dia menyadari bahwa banyak korban perdagangan manusia (human trafficking) banyak terjerumus ke lokalisasi. Keberadaan para korban itu di sana, tentu saja bukan karena kehendak mereka sendiri.
Tetapi kalau berbicara puncak munculnya keyakinan memberangus lokalisasi prostitusi, Risma mengungkap itu tidak terlepas dari perkenalannya dengan seorang pekerja seks komersial yang masih menjajakan tubuhnya walaupun sudah berusia 62 tahun. Suatu kali saat berkeliling ke lokalisasi dan menemui perempuan itu, Risma mengaku heran mengapa nenek itu masih menjadi PSK.
Dia lantas bertanya, "Memang siapa yang sih yang mau (menggunakan jasanya yang sudah tua)?" Jawaban perempuan itu kemudian membuatnya tercengang. "Anak SMP/SMA yang cuma punya seribu dua ribu juga saya layani," katanya mengulangi kalimat PSK tersebut.
Bagi Risma, hal itu persoalan besar. Dia tidak rela membiarkan lebih banyak ada anak-anak muda di kotanya menjadi korban karena menikmati prostitusi di lokalisasi. Lagi-lagi dia menegaskan, "Saya rela mati demi ini."
Sumber : metrotvnews.com
"Di kita lokalisasi ada lima, saya sudah tutup tiga," katanya seusai menjadi pembicara Series Seminar bertajuk Indonesia Menjawab Tantangan: Kepemimpinan Menjadi Bangsa Pemenang yang digagas Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, di Salemba, Jakarta, Jumat (29/11).
Di penghujung tahun nanti, menurutnya satu lokalisasi lainnya akan ditutup. Lalu terakhir, pihaknya menargetkan pertengahan 2014 nanti lokalisasi terbesar di Surabaya yakni Dolly, sudah ditutup pula.
Meski diakui bahwa banyak demo dan desakan dari berbagai pihak, bahkan dari Jakarta, agar mengurungkan niat penutupan lokalisasi, perempuan yang akrab dipanggil Risma itu menegaskan takkan gentar. "Saya rela mati demi ini," tandasnya yakin.
Keteguhan itu tidak terlepas dari alasan awal keinginannya menutup lokalisasi. Risma bercerita bahwa dulu saat banyak kalangan, terutama kiai, yang memintanya menutup kawasan prostitusi, dialah yang justru tidak yakin mampu. "Kalau saya tutup saat itu, saya belum bisa kasih makan," kisahnya.
Bila demikian, dia meyakini penutupan justru akan menimbulkan masalah baru karena para pekerja seks komersial boleh jadi justru membuka kawasan prostitusi di mana-mana.
Alasan lainnya kenapa dulu ia tidak begitu berkeras untuk menutup lokalisasi, adalah terkait tanggung jawab. "Saya nggak pernah buka kok saya harus nutup," katanya jenaka.
Namun kemudian pandangan itu berangsur berubah sejak dia menyadari bahwa banyak korban perdagangan manusia (human trafficking) banyak terjerumus ke lokalisasi. Keberadaan para korban itu di sana, tentu saja bukan karena kehendak mereka sendiri.
Tetapi kalau berbicara puncak munculnya keyakinan memberangus lokalisasi prostitusi, Risma mengungkap itu tidak terlepas dari perkenalannya dengan seorang pekerja seks komersial yang masih menjajakan tubuhnya walaupun sudah berusia 62 tahun. Suatu kali saat berkeliling ke lokalisasi dan menemui perempuan itu, Risma mengaku heran mengapa nenek itu masih menjadi PSK.
Dia lantas bertanya, "Memang siapa yang sih yang mau (menggunakan jasanya yang sudah tua)?" Jawaban perempuan itu kemudian membuatnya tercengang. "Anak SMP/SMA yang cuma punya seribu dua ribu juga saya layani," katanya mengulangi kalimat PSK tersebut.
Bagi Risma, hal itu persoalan besar. Dia tidak rela membiarkan lebih banyak ada anak-anak muda di kotanya menjadi korban karena menikmati prostitusi di lokalisasi. Lagi-lagi dia menegaskan, "Saya rela mati demi ini."
Sumber : metrotvnews.com
0 komentar:
Post a Comment