Diantara upaya orang musyrikin Mekah untuk menghalangi dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan menjatuhkan karakter beliau. Beliau digelari dengan berbagai sifat buruk, agar masyarakat yang belum kenal, berusaha menjauh dari beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebut tukang sihir, penyair, orang gila, dan seabreg gelar lainnya.
Tersebutlah seorang tukang ruqyah zaman Jahiliyah, Dhimad al-Azdi [arab: ضِمَاد الأزدى ]. Dia berasal dari suku Azd Syanu’ah di Yaman. Dhimad biasa meruqyah orang gila atau kesurupan, dan banyak diantara pasiennya yang sembuh.
Ketika tiba di Mekah untuk sebuah keperluan, Dhimad mendengar orang-orang Mekah banyak mengatakan, “Sesungguhnya Muhammad itu majnun (gila).”
Dhimad bergumam,
لو إني أتيت هذا الرجل لعل الله يشفيه على يدى
“Bagaimana kalau aku datangi orang ini? Semoga Allah menyembuhkannya melalui tanganku.”
Mengapa Dhimad sampai terpikir untuk meruqyah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal mereka belum pernah kenal?
Bisa jadi faktor terbesarnya adalah karena Dhimad merasa sangat penasaran dengan beliau. Ini ada orang gila yang sampai menjadi isu utama di kota Mekah, kota yang menjadi pusat peradaban bangsa arab. Banyak orang gila di Jazirah Arab, tapi masyarakat menanggapinya biasa-biasa saja. Sementara ini, ada orang gila dan masyarakat menanggapinya serius, hingga menjadi pusat perhatian seluruh penduduk Mekah. Pasti ini orang gila istimewa.
Kita bisa mengambil pelajaran dari kasus ini, bahwa sejatinya pembicaraan yang diangkat di tengah masyarakat, justru merupakan iklan gratis baginya. Andaikan kasus itu didiamkan, bisa jadi akan hilang dengan sendirinya.
Kita kembali ke cerita Dhimad.
Setelah ketemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia menawarkan,
يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَرْقِي مِنْ هَذِهِ الرِّيحِ، وَإِنَّ اللهَ يَشْفِي عَلَى يَدِي مَنْ شَاءَ، فَهَلْ لَكَ؟
”Hai Muhammad, saya biasa mengobati sakit jiwa. Dan Allah menyembuhkan siapa saja yang Dia kehendaki melalui tanganku. Apa kamu bersedia?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menanggapi dengan mengucapkan iya atau tidak. Tapi beliau menanggapinya dengan memuji Allah. Beliau bersabda,
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ
”Segala Puji Bagi Allah, kami memuji Nya, meminta kepada Nya. Barang siapa yang Allah beri petunjuk maka tiada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Kami bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah yang tidak ada sekutu bagi Nya dan kami bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Amma Ba’d”
Kata-kata tersebut merupakan ungkapan yang sangat indah hingga membuat hati Dhimad bergetar ketika mendengar kalimat ini pertama kalinya. Dhimad keheranan.
”Tolong ulangi semua ucapanmu tadi!” pinta Dhimad.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulanginya 3 kali.
Komentar Dhimad,
لَقَدْ سَمِعْتُ قَوْلَ الْكَهَنَةِ، وَقَوْلَ السَّحَرَةِ، وَقَوْلَ الشُّعَرَاءِ، فَمَا سَمِعْتُ مِثْلَ كَلِمَاتِكَ هَؤُلَاءِ، وَلَقَدْ بَلَغْنَ نَاعُوسَ الْبَحْرِ، هات يدك أبايعك على الإسلام، فَبَايَعَهُ
”Sungguh saya telah mendengar ucapan dukun, ucapan tukang sihir, dan penyair, dan saya belum pernah mendengar seperti ucapanmu tadi. Sungguh untaian kalimatmu mencapai kedalaman lautan. Berikan tanganmu, kubaiat kamu bahwa aku masuk islam.” Kemudian Dhimad membaiat beliau.
Dalam Lanjutan hadis dinyatakan,
فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَعَلَى قَوْمِكَ»، قَالَ: وَعَلَى قَوْمِي، قَالَ: فَبَعَثَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً، فَمَرُّوا بِقَوْمِهِ، فَقَالَ صَاحِبُ السَّرِيَّةِ لِلْجَيْشِ: هَلْ أَصَبْتُمْ مِنْ هَؤُلَاءِ شَيْئًا؟ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: أَصَبْتُ مِنْهُمْ مِطْهَرَةً، فَقَالَ: رُدُّوهَا، فَإِنَّ هَؤُلَاءِ قَوْمُ ضِمَادٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan, ”Untuk kaummu juga.”
Dhimad mnjawab, ”Juga untuk kaumku.”
Setelah islam jaya di Madinah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus satu kompi pasukan. Ketika itu, mereka melewati kampungnya Dhimad. Sang pemimpin pasukan bertanya kepada pasukannya, ’Apakah kalian mengambil sesuatu dari mereka?’ Salah satu pasukan menjawab, ’Saya mengambil satu bejana dari mereka.’ Sang pasukan meminta, ’Kembalikan benda itu, karena mereka adalah kaumnya Dhimad.’
(HR. Muslim no. 868).
Dakwah Kebenaran, Dijatuhkan Karakternya
Umumnya dakwah kebenaran ditentang para musuhnya dengan dijatuhkan karakternya. Mereka tidak mampu mengkritik konten dakwahnya, karena konten dakwah kebenaran jelas sesuai dalil dan sesuai fitrah manusia. Tidak ada orang musyrik yang bisa mengkritik konten dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena nurani mereka mengakui kebenarannya.
Ketika dakwah tauhid dan sunah banyak berkembang di Indonesia, para pembela tradisi masyarakat yang masih kental dengan syirik dan bid’ah merasa dalam kondisi terpojokkan. Mereka tidak mampu mengkritik konten dakwah pembela tauhid dan sunah. Karena tauhid dan sunah jelas yang paling sesuai dengan Al-Quran dan hadis. Di saat itulah, mereka menggunakan jurus kedua, dijatuhkan karakternya. Mulailah label wahhabi dan takfiri digunakan untuk menyebut mereka. Untuk membuat masyarakat menjauh darinya.
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
”Mereka membuat makar, dan Allahpun membalas dengan makar. Dan Allah sebaik-baik dalam membuat makar.” (QS. Ali Imran: 54)
Mereka tidak menyadari, ternyata di balik makar yang mereka gencarkan, justru membuat banyak orang penasaran. Apa sebenarnya wahhabi, apa dakwah wahhabi. Setelah belajar Al-Quran dan hadis dengan benar, banyak diantara mereka bertaubat, dan menjadi pengikut ‘wahhabi’.
***
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel Muslimah.or.id
Tersebutlah seorang tukang ruqyah zaman Jahiliyah, Dhimad al-Azdi [arab: ضِمَاد الأزدى ]. Dia berasal dari suku Azd Syanu’ah di Yaman. Dhimad biasa meruqyah orang gila atau kesurupan, dan banyak diantara pasiennya yang sembuh.
Ketika tiba di Mekah untuk sebuah keperluan, Dhimad mendengar orang-orang Mekah banyak mengatakan, “Sesungguhnya Muhammad itu majnun (gila).”
Dhimad bergumam,
لو إني أتيت هذا الرجل لعل الله يشفيه على يدى
“Bagaimana kalau aku datangi orang ini? Semoga Allah menyembuhkannya melalui tanganku.”
Mengapa Dhimad sampai terpikir untuk meruqyah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal mereka belum pernah kenal?
Bisa jadi faktor terbesarnya adalah karena Dhimad merasa sangat penasaran dengan beliau. Ini ada orang gila yang sampai menjadi isu utama di kota Mekah, kota yang menjadi pusat peradaban bangsa arab. Banyak orang gila di Jazirah Arab, tapi masyarakat menanggapinya biasa-biasa saja. Sementara ini, ada orang gila dan masyarakat menanggapinya serius, hingga menjadi pusat perhatian seluruh penduduk Mekah. Pasti ini orang gila istimewa.
Kita bisa mengambil pelajaran dari kasus ini, bahwa sejatinya pembicaraan yang diangkat di tengah masyarakat, justru merupakan iklan gratis baginya. Andaikan kasus itu didiamkan, bisa jadi akan hilang dengan sendirinya.
Kita kembali ke cerita Dhimad.
Setelah ketemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia menawarkan,
يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَرْقِي مِنْ هَذِهِ الرِّيحِ، وَإِنَّ اللهَ يَشْفِي عَلَى يَدِي مَنْ شَاءَ، فَهَلْ لَكَ؟
”Hai Muhammad, saya biasa mengobati sakit jiwa. Dan Allah menyembuhkan siapa saja yang Dia kehendaki melalui tanganku. Apa kamu bersedia?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menanggapi dengan mengucapkan iya atau tidak. Tapi beliau menanggapinya dengan memuji Allah. Beliau bersabda,
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ
”Segala Puji Bagi Allah, kami memuji Nya, meminta kepada Nya. Barang siapa yang Allah beri petunjuk maka tiada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Kami bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah yang tidak ada sekutu bagi Nya dan kami bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Amma Ba’d”
Kata-kata tersebut merupakan ungkapan yang sangat indah hingga membuat hati Dhimad bergetar ketika mendengar kalimat ini pertama kalinya. Dhimad keheranan.
”Tolong ulangi semua ucapanmu tadi!” pinta Dhimad.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulanginya 3 kali.
Komentar Dhimad,
لَقَدْ سَمِعْتُ قَوْلَ الْكَهَنَةِ، وَقَوْلَ السَّحَرَةِ، وَقَوْلَ الشُّعَرَاءِ، فَمَا سَمِعْتُ مِثْلَ كَلِمَاتِكَ هَؤُلَاءِ، وَلَقَدْ بَلَغْنَ نَاعُوسَ الْبَحْرِ، هات يدك أبايعك على الإسلام، فَبَايَعَهُ
”Sungguh saya telah mendengar ucapan dukun, ucapan tukang sihir, dan penyair, dan saya belum pernah mendengar seperti ucapanmu tadi. Sungguh untaian kalimatmu mencapai kedalaman lautan. Berikan tanganmu, kubaiat kamu bahwa aku masuk islam.” Kemudian Dhimad membaiat beliau.
Dalam Lanjutan hadis dinyatakan,
فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَعَلَى قَوْمِكَ»، قَالَ: وَعَلَى قَوْمِي، قَالَ: فَبَعَثَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً، فَمَرُّوا بِقَوْمِهِ، فَقَالَ صَاحِبُ السَّرِيَّةِ لِلْجَيْشِ: هَلْ أَصَبْتُمْ مِنْ هَؤُلَاءِ شَيْئًا؟ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: أَصَبْتُ مِنْهُمْ مِطْهَرَةً، فَقَالَ: رُدُّوهَا، فَإِنَّ هَؤُلَاءِ قَوْمُ ضِمَادٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan, ”Untuk kaummu juga.”
Dhimad mnjawab, ”Juga untuk kaumku.”
Setelah islam jaya di Madinah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus satu kompi pasukan. Ketika itu, mereka melewati kampungnya Dhimad. Sang pemimpin pasukan bertanya kepada pasukannya, ’Apakah kalian mengambil sesuatu dari mereka?’ Salah satu pasukan menjawab, ’Saya mengambil satu bejana dari mereka.’ Sang pasukan meminta, ’Kembalikan benda itu, karena mereka adalah kaumnya Dhimad.’
(HR. Muslim no. 868).
Dakwah Kebenaran, Dijatuhkan Karakternya
Umumnya dakwah kebenaran ditentang para musuhnya dengan dijatuhkan karakternya. Mereka tidak mampu mengkritik konten dakwahnya, karena konten dakwah kebenaran jelas sesuai dalil dan sesuai fitrah manusia. Tidak ada orang musyrik yang bisa mengkritik konten dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena nurani mereka mengakui kebenarannya.
Ketika dakwah tauhid dan sunah banyak berkembang di Indonesia, para pembela tradisi masyarakat yang masih kental dengan syirik dan bid’ah merasa dalam kondisi terpojokkan. Mereka tidak mampu mengkritik konten dakwah pembela tauhid dan sunah. Karena tauhid dan sunah jelas yang paling sesuai dengan Al-Quran dan hadis. Di saat itulah, mereka menggunakan jurus kedua, dijatuhkan karakternya. Mulailah label wahhabi dan takfiri digunakan untuk menyebut mereka. Untuk membuat masyarakat menjauh darinya.
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
”Mereka membuat makar, dan Allahpun membalas dengan makar. Dan Allah sebaik-baik dalam membuat makar.” (QS. Ali Imran: 54)
Mereka tidak menyadari, ternyata di balik makar yang mereka gencarkan, justru membuat banyak orang penasaran. Apa sebenarnya wahhabi, apa dakwah wahhabi. Setelah belajar Al-Quran dan hadis dengan benar, banyak diantara mereka bertaubat, dan menjadi pengikut ‘wahhabi’.
***
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel Muslimah.or.id
0 komentar:
Post a Comment