Berwarna kuning keemasan, gaun sutera ini terbuat dari bahan yang tak biasa. Sejuta laba-laba dikorbankan untuk membuat busana yang bakal segera dipamerkan di Eropa untuk pertama kalinya pekan ini pada Januari 2012.
Sedikitnya, waktu selama empat tahun diperlukan untuk membuat satu gaun. Sebanyak 80 orang pekerja terlibat dalam proses pembuatannya. Setiap pagi tim menjelajahi dataran tinggi Madagaskar untuk mencari laba-laba jenis Golden Orb betina, bahan utama baju berbentuk jubah ini.
Setelah proses pengumpulan selesai, dilanjutkan dengan proses yang disebut "penyuteraan", yakni 24 laba-laba akan dipaksa menghasilkan serat sutera oleh tenaga terlatih sebelum kembali dilepas ke alam bebas.
Selembar benang sutera tipis terbuat atas 96 helai sutera yang dihasilkan selama proses penyuteraan. Untuk satu ons sutera diperlukan 23 ribu laba-laba.
Kain tenunan yang dihasilkan secara alami berwarna keemasan. Simon Peers dan Nicholas Godley, dua ekspatriat di Madagaskar, bertanggung jawab untuk desainnya.
Terinspirasi oleh industri rumahan masyarakat setempat pada abad ke-19, mereka ingin menghidupkan kembali tradisi yang hilang ini. "Kami ingin menunjukkan tekstil sutera laba-laba di London agar publik tahu ini sebuah mahakarya," kata Simon.
Tekstil sutera laba-laba pertama kali ditampilkan di Museum Sejarah Alam di New York pada 2009. Saat itu, ajang ini memecahkan rekor untuk jumlah pengunjung ke sebuah pameran tunggal. Sejak lama hanya ada sedikit eksperimen tekstil dengan sutera laba-laba dan tidak ada upaya serius untuk menenunnya sejak tahun 1900.
Publikasi secara internasional tentang sutera ini pertama kali muncul dari pengembara Prancis, Francois-Xavier Bon de Saint Hilaire. Melalui tulisannya, ia menggambarkan bagaimana kain bisa berputar dari sutera laba-laba pada tahun 1709.
Dalam catatannya, Francois menceritakan bagaimana proses pembuatan kain sutra: dari merebus kepompong, kemudian mengekstraksi benang dengan sisir untuk membuat kaus kaki, sarung tangan, dan pakaian untuk Raja Louis XIV.
Sedikitnya, waktu selama empat tahun diperlukan untuk membuat satu gaun. Sebanyak 80 orang pekerja terlibat dalam proses pembuatannya. Setiap pagi tim menjelajahi dataran tinggi Madagaskar untuk mencari laba-laba jenis Golden Orb betina, bahan utama baju berbentuk jubah ini.
Setelah proses pengumpulan selesai, dilanjutkan dengan proses yang disebut "penyuteraan", yakni 24 laba-laba akan dipaksa menghasilkan serat sutera oleh tenaga terlatih sebelum kembali dilepas ke alam bebas.
Selembar benang sutera tipis terbuat atas 96 helai sutera yang dihasilkan selama proses penyuteraan. Untuk satu ons sutera diperlukan 23 ribu laba-laba.
Kain tenunan yang dihasilkan secara alami berwarna keemasan. Simon Peers dan Nicholas Godley, dua ekspatriat di Madagaskar, bertanggung jawab untuk desainnya.
Terinspirasi oleh industri rumahan masyarakat setempat pada abad ke-19, mereka ingin menghidupkan kembali tradisi yang hilang ini. "Kami ingin menunjukkan tekstil sutera laba-laba di London agar publik tahu ini sebuah mahakarya," kata Simon.
Tekstil sutera laba-laba pertama kali ditampilkan di Museum Sejarah Alam di New York pada 2009. Saat itu, ajang ini memecahkan rekor untuk jumlah pengunjung ke sebuah pameran tunggal. Sejak lama hanya ada sedikit eksperimen tekstil dengan sutera laba-laba dan tidak ada upaya serius untuk menenunnya sejak tahun 1900.
Publikasi secara internasional tentang sutera ini pertama kali muncul dari pengembara Prancis, Francois-Xavier Bon de Saint Hilaire. Melalui tulisannya, ia menggambarkan bagaimana kain bisa berputar dari sutera laba-laba pada tahun 1709.
Dalam catatannya, Francois menceritakan bagaimana proses pembuatan kain sutra: dari merebus kepompong, kemudian mengekstraksi benang dengan sisir untuk membuat kaus kaki, sarung tangan, dan pakaian untuk Raja Louis XIV.
Sumber : tempo.co
0 komentar:
Post a Comment