Menteri Kesehatan RI Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR PH kepada wartawan di sela-sela peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tingkat Nasional di Padang Panjang 31 Mei 2010 silam mengatakan, konsumsi rokok dan tembakau merupakan salah satu faktor resiko utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti Kardiovaskuler, Stroke, penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Kanker Paru, Kanker Mulut, dan kelainan kehamilan.
“Penyakit-penyakit tidak menular tersebut saat ini merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk di negara kita Indonesia. Konsumsi tembakau/rokok membunuh satu orang setiap detik,” ujar Menkes.
Dia juga menyebutkan, rokok membunuh separuh dari masa hidup perokok, dan separuh perokok mati pada usia 35 sampai dengan 69 tahun. Data epidemi tembakau di dunia menunjukkan tembakau membunuh lebih dari lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut terus maka diproyeksikan akan terjadi 10 juta kematian pada tahun 2020, dengan 70% kematian terjadi di negara sedang berkembang.
Global Youth Survey (GYTS) Indonesia tahun 2006 melaporkan lebih dari 1/3 (37,3%) pelajar biasa merokok, anak laki-laki lebih tinggi dari perempuan, yaitu pada anak laki-laki sebesar 61,3% sedangkan pada anak perempuan sebesar 15,5%.
Menurut Menkes, pada sebatang rokok yang dibakar terkandung lebih dari 4.000 senyawa kimia, 43 diantaranya bersifat karsinogen (penyebab Kanker) pada manusia dan mengandung nikotin yang bersifat adiktif. Tidak ada paparan minimal terhadap asap tembakau yang “aman”. Separuh lebih (57%) rumah tangga di Indonesia mempunyai sedikitnya satu perokok, dan hampir semua perokok (91,8%) merokok di rumah.
“Seseorang bukan perokok yang menikah dengan perokok mempunyai risiko kanker paru sebesar 20 sampai 30 persen, dan mempunyai risiko terkena penyakit jantung,” tambah Menkes.
Sementara itu, Penyair Indonesia Taufiq Ismail yang menulis puisi “Tuhan Sembilan Senti” saat diwawancarai Korandigital.com pekan lalu di Rumah Puisi yang dibangunnya di Nagari Aie Angek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat mengatakan, berdasarkan sejumlah data yang dikumpulkannya, Partai Nazi (1933-1945) membunuh 25.600.000 dalam 12 tahun atau rata-rata 2.133.333 manusia setahun. Penyebab utama adiksi ideologi dengan motif merebut kekuasaan.
Partai Komunis Sedunia (1917-1991), ungkap Taufiq Ismail, membunuh 120.000.000 manusia dalam 74 tahun atau rata-rata 1.621.621 manusia setahun. Penyebab utama adiksi ideologi, paham komunisme dengan motif merebut kekuasaan. Sementara perusahaan rokok sedunia (2008) membunuh 5.000.000 manusia setahun dan akan menjadi 8.000.0000 setahun pada 2020 (World Health Organization). Perusahaan rokok Indonesia (2008) membunuh 400.000 manusia setahun.
“Jika dibandingkan korban ketiga ideologi ini, Nazisme (2.133.333) + Komunisme (1.621.621) = 3.745.954 setahun dengan Nikotinisme = 5.000.000 setahun, maka jelas sekali bahwa perusahaan rokok sedunia membantai manusia 20% lebih banyak dari pada Partai Nazi Plus Partai Komunisme membantai manusia setiap tahunnya,” papar Taufiq Ismail.
Dalam puisinya berjudul “SI-I-O Gabungan Perusahaan Asap Rokok Memimpin Acara Mengheningkan Cipta” yang dibacakannya pada Puncak Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia Tingkat Nasional di Padang Panjang 31 Mei 2010, secara menyindir Taufiq Ismail mengajak segenap masyarakat Indonesia untuk bersama-sama mengheningkan cipta untuk arwah 400.000 pejuang nikotin revolusioner Indonesia yang saban tahun membaktikan nyawa mereka untuk bangsa Indonesia.
//Atas nama Gabungan Perusahaan Asap Rokok Indonesia/ Izinkan saya mengucapkan terima kasih tanpa batas dan hingga/ Kepada arwah 400.000 pejuang nikotin revolusioner Indonesia/ Yang setiap hari 1.172 orang mati di seantreo Nusantara/ Juga kepada keluarga yang ditinggalkan mereka/ Para pejuang itu rela berkorban sakit sesudah menghirup asapnya/ Dari yang paling ringan bau mulut, batuk-batuk tak putusnya/ Sampai stroke dan kanker paru-paru jadi puncaknya/ Yang terhadap racun nikotin tetap tidak mau percaya/ Walau diberitahu 4.000 racun ada di setiap batangnya/ Walau akibatnya 25 macam penyakit akan menerkam mereka/ Inilah bentuk kepatuhan dan kepercayaan kepada kami yang luar biasa/ Inilah fanatisme ideologis susah dicari bandingannya/ Para pengikut nikotinisme yang betapa mengharukan kesetiannya/ Kami, pimpinan Gabungan Perusahaan Asap Rokok Indonesia/ Merasa sangat tersanjung, dan tentu saja/ Bangga// (Taufiq Ismail, “SI-I-O Gabungan Perusahaan Asap Rokok Memimpin Acara Mengheningkan Cipta”, 2010).
Usai mendengarkan puisi yang dibacakan Taufiq Ismail itu, di sudut lapangan upacara seorang aktivis anti tembakau bergumam, seandainya asap rokok yang dihisap pecandunya tidak dihembuskan keluar hidung dan mulut, tentu jumlah korban yang mati sia-sia akibat asap rokok bisa ditekan. “Jika rokok tetap dilegalkan, mungkin sudah harus dipikirkan bagaimana perusahaan rokok membuat asap rokok yang dihisap itu tinggal saja di dalam tubuh pemakainya, tidak dihembuskan keluar. Kalau sakit cukuplah sakit itu dirasakan pemakainya sendiri, tidak ditularkannya pula kepada orang yang tidak merokok!” Muhammad Subhan (Padang Panjang)
“Penyakit-penyakit tidak menular tersebut saat ini merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk di negara kita Indonesia. Konsumsi tembakau/rokok membunuh satu orang setiap detik,” ujar Menkes.
Dia juga menyebutkan, rokok membunuh separuh dari masa hidup perokok, dan separuh perokok mati pada usia 35 sampai dengan 69 tahun. Data epidemi tembakau di dunia menunjukkan tembakau membunuh lebih dari lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut terus maka diproyeksikan akan terjadi 10 juta kematian pada tahun 2020, dengan 70% kematian terjadi di negara sedang berkembang.
Global Youth Survey (GYTS) Indonesia tahun 2006 melaporkan lebih dari 1/3 (37,3%) pelajar biasa merokok, anak laki-laki lebih tinggi dari perempuan, yaitu pada anak laki-laki sebesar 61,3% sedangkan pada anak perempuan sebesar 15,5%.
Menurut Menkes, pada sebatang rokok yang dibakar terkandung lebih dari 4.000 senyawa kimia, 43 diantaranya bersifat karsinogen (penyebab Kanker) pada manusia dan mengandung nikotin yang bersifat adiktif. Tidak ada paparan minimal terhadap asap tembakau yang “aman”. Separuh lebih (57%) rumah tangga di Indonesia mempunyai sedikitnya satu perokok, dan hampir semua perokok (91,8%) merokok di rumah.
“Seseorang bukan perokok yang menikah dengan perokok mempunyai risiko kanker paru sebesar 20 sampai 30 persen, dan mempunyai risiko terkena penyakit jantung,” tambah Menkes.
Sementara itu, Penyair Indonesia Taufiq Ismail yang menulis puisi “Tuhan Sembilan Senti” saat diwawancarai Korandigital.com pekan lalu di Rumah Puisi yang dibangunnya di Nagari Aie Angek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat mengatakan, berdasarkan sejumlah data yang dikumpulkannya, Partai Nazi (1933-1945) membunuh 25.600.000 dalam 12 tahun atau rata-rata 2.133.333 manusia setahun. Penyebab utama adiksi ideologi dengan motif merebut kekuasaan.
Partai Komunis Sedunia (1917-1991), ungkap Taufiq Ismail, membunuh 120.000.000 manusia dalam 74 tahun atau rata-rata 1.621.621 manusia setahun. Penyebab utama adiksi ideologi, paham komunisme dengan motif merebut kekuasaan. Sementara perusahaan rokok sedunia (2008) membunuh 5.000.000 manusia setahun dan akan menjadi 8.000.0000 setahun pada 2020 (World Health Organization). Perusahaan rokok Indonesia (2008) membunuh 400.000 manusia setahun.
“Jika dibandingkan korban ketiga ideologi ini, Nazisme (2.133.333) + Komunisme (1.621.621) = 3.745.954 setahun dengan Nikotinisme = 5.000.000 setahun, maka jelas sekali bahwa perusahaan rokok sedunia membantai manusia 20% lebih banyak dari pada Partai Nazi Plus Partai Komunisme membantai manusia setiap tahunnya,” papar Taufiq Ismail.
Dalam puisinya berjudul “SI-I-O Gabungan Perusahaan Asap Rokok Memimpin Acara Mengheningkan Cipta” yang dibacakannya pada Puncak Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia Tingkat Nasional di Padang Panjang 31 Mei 2010, secara menyindir Taufiq Ismail mengajak segenap masyarakat Indonesia untuk bersama-sama mengheningkan cipta untuk arwah 400.000 pejuang nikotin revolusioner Indonesia yang saban tahun membaktikan nyawa mereka untuk bangsa Indonesia.
//Atas nama Gabungan Perusahaan Asap Rokok Indonesia/ Izinkan saya mengucapkan terima kasih tanpa batas dan hingga/ Kepada arwah 400.000 pejuang nikotin revolusioner Indonesia/ Yang setiap hari 1.172 orang mati di seantreo Nusantara/ Juga kepada keluarga yang ditinggalkan mereka/ Para pejuang itu rela berkorban sakit sesudah menghirup asapnya/ Dari yang paling ringan bau mulut, batuk-batuk tak putusnya/ Sampai stroke dan kanker paru-paru jadi puncaknya/ Yang terhadap racun nikotin tetap tidak mau percaya/ Walau diberitahu 4.000 racun ada di setiap batangnya/ Walau akibatnya 25 macam penyakit akan menerkam mereka/ Inilah bentuk kepatuhan dan kepercayaan kepada kami yang luar biasa/ Inilah fanatisme ideologis susah dicari bandingannya/ Para pengikut nikotinisme yang betapa mengharukan kesetiannya/ Kami, pimpinan Gabungan Perusahaan Asap Rokok Indonesia/ Merasa sangat tersanjung, dan tentu saja/ Bangga// (Taufiq Ismail, “SI-I-O Gabungan Perusahaan Asap Rokok Memimpin Acara Mengheningkan Cipta”, 2010).
Usai mendengarkan puisi yang dibacakan Taufiq Ismail itu, di sudut lapangan upacara seorang aktivis anti tembakau bergumam, seandainya asap rokok yang dihisap pecandunya tidak dihembuskan keluar hidung dan mulut, tentu jumlah korban yang mati sia-sia akibat asap rokok bisa ditekan. “Jika rokok tetap dilegalkan, mungkin sudah harus dipikirkan bagaimana perusahaan rokok membuat asap rokok yang dihisap itu tinggal saja di dalam tubuh pemakainya, tidak dihembuskan keluar. Kalau sakit cukuplah sakit itu dirasakan pemakainya sendiri, tidak ditularkannya pula kepada orang yang tidak merokok!” Muhammad Subhan (Padang Panjang)
Sumber : sabili.co.id
0 komentar:
Post a Comment