Pasang iklan di sini Rp. 50.000/bulan

11:53 AM
0
Biasanya yang paling ramai merayakan hari kasih sayang atau Valentine`s Day adalah selebritis, semi-selebritis, pseudo-selebritis atau mantan selebritis. Maksudnya, yang pertama adalah selebritis murni, kedua, orang-orang yang hampir menjadi selebritis tapi gagal, ketiga, gaya hidupnya mirip selebritis meski wajah tidak mendukung. Nah, yang terakhir adalah orang-orang yang dulunya selebritis tapi kemudian dilupakan karena sudah tidak laku.

Tradisi Valentine tidak berasal dari Indonesia. Sejarahnya pun beragam, bahkan di banyak situs di internet, asal muasal tradisi ini sudah dibahas melalui beraneka macam analisa. Mulai dari tradisi penyembahan kaum pagan Kerajaan Romawi, mitos Gamelion yang berhubungan dengan pernikahan Zeus dan Hera sampai hari raya Santo Valentinus yang dipenuhi kisah-kisah cinta romantis pada abad ke-14 di Inggris dan Perancis.

Mereka yang merayakan Valentine beralasan, tidak masalah seperti apa sejarah Valentine`s Day karena yang penting spirit kasih sayangnya. Kasih sayang pun diterjemahkan dengan memberikan bunga atau coklat kepada orang-orang yang disayanginya. Jadilah tradisi ini sebagai ajang persaingan produsen-produsen coklat atau bunga. Semakin kemari, bukan hanya iklan-iklan coklat yang membanjiri media, tapi iklan sabun, pulsa, motor, kecap sampai makanan siap saji bisa menumpang tema yang sama. Tidak salah toh, karena siapa saja bisa mewujudkan ekspresi kasih sayang dan bebas menafsirkan apa maknanya.

Apakah tanggal 14 Februari hanya untuk orang-orang yang merayakan Valentine`s Day? Tentu tidak, karena tidak ada konsensus yang mengatakan tanggal itu milik mereka. Bahkan, saat ini, di beberapa negara ada ketentuan yang mengharamkan perayaan Valentine`s Day. Malaysia adalah negara yang mengharamkan perayaan tradisi ini dengan alasan masuk dalam wilayah agama.

Kepala Departemen Pengembangan Islam Malaysia Wan Mohamad Sheikh Abdul Aziz mengharamkan perayaan Hari Valentine karena dianggap sebagai perayaan umat Kristiani. Oleh sebab itu, masyarakat muslim di sana tidak boleh merayakannya.
Di Iran, perayaan Valentine diganti dengan hari Mehregan yang masih terkait kasih sayang. Negeri para Mullah ini melarang produksi barang-barang yang berhubungan dengan Valentine seperti bunga mawar, coklat atau boneka. Alasannya sama dengan Malaysia, Valentine bertentangan dengan Islam.

Arab Saudi lebih-lebih lagi. Negara dua kota suci ini melarang transaksi atribut apapun berwarna merah muda yang menggambarkan hari raya Valentine. Sejak 2002 silam, peraturan itu sudah diberlakukan, meski pada kenyataannya ada juga transaksi atribut Valentine`s Day yang dilakukan secara underground.

Nah, di Indonesia perayaan Valentine`s Day tidak dilarang. Di sini, semua orang boleh mengikuti tradisi ini atau menolaknya mentah-mentah. Bagi fundamentalis proValentine, mereka akan menumpahkan seluruh kemampuan yang mereka punya, untuk mewujudkan apapun yang diinginkan. Bagi yang menolak, ada berbagai cara untuk mengimplementasikan penolakan tersebut. Ada pula perlawanan kreatif yang bisa dilakukan, seperti menggelar kampanye tutup aurat di hari raya Valentine.

Rencananya, tanggal 14 Februari mendatang, bakal ada gerakan tutup aurat yang dimotori Teachers Working Group (TWG) di seluruh kota di Indonesia. Jaringan TWG yang ada di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, siap menyukseskan program ini. Kampanye ini akan dilakukan di ruang-ruang publik agar masyarakat bisa merasakan langsung interaksi dengan para aktivis-aktivis TWG. Bahkan, jaringan organisasi ini sudah merambah Hong Kong, Malaysia, Inggris, Thailand dan Macau. Bisa jadi, kampanye tutup aurat akan menarik simpati warga negara di sana, karena ternyata ada komunitas yang menolak Valentine.

Spirit yang ingin disampaikan adalah menutup aurat sebagai bagian dari usaha menghindari perzinahan yang semakin merajalela. Tidak perlu dibantah jika Valentine`s Day juga menyimpan spirit free sex bagi pasangan muda mudi. Juga tidak usah didebat kalau makna kasih sayang ditelikung menjadi pembenaran bagi kebebasan hubungan jasmaniah antar jenis kelamin di luar pernikahan.

Apakah kampanye ini menjadi perlawanan bagi Valentine`s Day? Bisa jadi iya! Perlawanan tak bersenjata digelar untuk membuka mata dunia bahwa ada yang harus dibenahi dari moralitas generasi muda kita. Budaya, tradisi, sosial kemasyarakatan hingga peradaban yang dibangun harus berada di atas nilai-nilai kebenaran. Tidak ada relativisme kebenaran yang hanya melahirkan kebingungan intelektual.

Budaya menjadi bagian dari pemahaman seseorang terhadap nilai-nilai yang dianut. Budaya yang merusak akan melahirkan generasi yang rusak. Dengan adanya gerakan tutup aurat ini menjadi bentuk perlawanan terhadap budaya yang tidak dibangun atas prinsip kebenaran wahyu.

Sumber : eramuslim.com

0 komentar:

Post a Comment