Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM mencokok tujuh narapidana narkotika yang selama ini mengendalikan peredaran narkoba dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Ketujuh napi itu tiba di Gedung BNN, Jakarta, Rabu dini hari 28 November 2012 sekitar pukul 02.00 WIB.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BNN Komisaris Besar Pol. Sumirat Dwiyanto mengatakan mereka semua merupakan pengendali narkoba yang diedarkan di luar penjara.
Sumirat menjelaskan, para narapidana itu baru akan diperiksa besok pagi. Hari ini mereka diberi kesempatan istirahat setelah menempuh perjalanan dari Nusakambangan menuju Jakarta selama sekitar lebih dari delapan jam.
Usai penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan Kemenkum HAM mengenai pemberantasan narkoba di lapas dan rutan, Sumirat mengakui BNN bisa lebih leluasa untuk terus mengungkap jaringan peredaran narkoba di dalam lapas dan rutan.
"Ini kerja sama yang baik. Setelah MoU antara BNN dan Kemenkum HAM, berulang kali kami berhasil mengungkap peredaran narkoba di lapas dan rutan," kata Sumirat, hari ini.
Ternyata, dari tujuh narapidana yang ditangkap BNN itu lima di antaranya merupakan terpidana mati. Sylvester Obiekwe alias Mustofa dan Obina Nwajagu alias Obina sudah mendekam 10 tahun di penjara. Adapun Yadi Mulyadi merupakan narapidana kasus pembunuhan berencana. Mereka semua dicokok di Lapas Batu Nusakambangan atas sangkaan pengendalian narkotika dari dalam penjara.
Selain itu, ada juga Hillary K. Chimize yang semula divonis mati namun dibatalkan dan diganti dengan hukuman menjadi 12 tahun penjara setelah Peninjauan Kembali perkaranya diterima Mahkamah Agung (MA). Hillary yang sudah mendekam di bui 10 tahun lebih itu seharusnya tinggal mendekam di penjara dua tahun lagi. Hillary ditangkap petugas di LP Pasir Putih Nusakambangan.
Hillary diduga terlibat jaringan peredaran narkoba yang melibatkan seorang wartawati, Zakiah alias Agnes alias AC, yang sudah dibekuk BNN di kawasan Sarinah beberapa waktu lalu. Dari tangan AC, polisi menyita 2,6 kilogram sabu dan berkoper-koper uang dolar Amerika dan Euro palsu. AC diduga masuk jaringan narkoba internasional dan disinyalir merupakan kaki tangan jaringan narkoba Nigeria.
Lalu ada terpidana Humprey Ejike alias Doktor alias Koko yang juga sudah divonis hukuman mati. Dia ditangkap di lapas yang sama dengan Hillary. Penangkapan Doktor bermula dari penangkapan terhadap seorang wanita berinisial YPD di sebuah restoran di Depok, 13 September 2012. Petugas menemukan 42 kapsul berisi sabu dengan berat total 536,8 gram.
YPD mengaku barang tersebut didapatnya dari seorang warga Kenya berinisial BKM, yang berhasil meloloskan sabu dari Kenya ke Indonesia dengan cara menelannya ke dalam perut pada 11 September 2012.
Dua lagi yang ditangkap BNN bukan terpidana mati. Mereka adalah Rudi Cahyono alias Sinyo dan Hadi Sunarto alias Yoyok.
Rudi divonis bersalah dalam kasus clandestine lab atau laboratorium yang memproduksi sabu di sebuah rumah yang berada di Taman Harapan Baru, Bekasi. Dia dituduh mengendalikan peredaran sabu yang masuk dari Jayapura, Papua.
Adapun Yoyok adalah narapidana yang tidak pernah jera atas berbagai sangkaan kasus narkotika. Kasus pertama membuat dirinya dihukum 20 tahun penjara pada Februari 2011 silam. Dan sekarang, pria kurus yang juga disebut sebagai "Jenderal Besar" ini ditangkap BNN karena kasus pengendalian sabu antar lapas.
Sumber : viva.co.id
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BNN Komisaris Besar Pol. Sumirat Dwiyanto mengatakan mereka semua merupakan pengendali narkoba yang diedarkan di luar penjara.
Sumirat menjelaskan, para narapidana itu baru akan diperiksa besok pagi. Hari ini mereka diberi kesempatan istirahat setelah menempuh perjalanan dari Nusakambangan menuju Jakarta selama sekitar lebih dari delapan jam.
Usai penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan Kemenkum HAM mengenai pemberantasan narkoba di lapas dan rutan, Sumirat mengakui BNN bisa lebih leluasa untuk terus mengungkap jaringan peredaran narkoba di dalam lapas dan rutan.
"Ini kerja sama yang baik. Setelah MoU antara BNN dan Kemenkum HAM, berulang kali kami berhasil mengungkap peredaran narkoba di lapas dan rutan," kata Sumirat, hari ini.
Ternyata, dari tujuh narapidana yang ditangkap BNN itu lima di antaranya merupakan terpidana mati. Sylvester Obiekwe alias Mustofa dan Obina Nwajagu alias Obina sudah mendekam 10 tahun di penjara. Adapun Yadi Mulyadi merupakan narapidana kasus pembunuhan berencana. Mereka semua dicokok di Lapas Batu Nusakambangan atas sangkaan pengendalian narkotika dari dalam penjara.
Selain itu, ada juga Hillary K. Chimize yang semula divonis mati namun dibatalkan dan diganti dengan hukuman menjadi 12 tahun penjara setelah Peninjauan Kembali perkaranya diterima Mahkamah Agung (MA). Hillary yang sudah mendekam di bui 10 tahun lebih itu seharusnya tinggal mendekam di penjara dua tahun lagi. Hillary ditangkap petugas di LP Pasir Putih Nusakambangan.
Hillary diduga terlibat jaringan peredaran narkoba yang melibatkan seorang wartawati, Zakiah alias Agnes alias AC, yang sudah dibekuk BNN di kawasan Sarinah beberapa waktu lalu. Dari tangan AC, polisi menyita 2,6 kilogram sabu dan berkoper-koper uang dolar Amerika dan Euro palsu. AC diduga masuk jaringan narkoba internasional dan disinyalir merupakan kaki tangan jaringan narkoba Nigeria.
Lalu ada terpidana Humprey Ejike alias Doktor alias Koko yang juga sudah divonis hukuman mati. Dia ditangkap di lapas yang sama dengan Hillary. Penangkapan Doktor bermula dari penangkapan terhadap seorang wanita berinisial YPD di sebuah restoran di Depok, 13 September 2012. Petugas menemukan 42 kapsul berisi sabu dengan berat total 536,8 gram.
YPD mengaku barang tersebut didapatnya dari seorang warga Kenya berinisial BKM, yang berhasil meloloskan sabu dari Kenya ke Indonesia dengan cara menelannya ke dalam perut pada 11 September 2012.
Dua lagi yang ditangkap BNN bukan terpidana mati. Mereka adalah Rudi Cahyono alias Sinyo dan Hadi Sunarto alias Yoyok.
Rudi divonis bersalah dalam kasus clandestine lab atau laboratorium yang memproduksi sabu di sebuah rumah yang berada di Taman Harapan Baru, Bekasi. Dia dituduh mengendalikan peredaran sabu yang masuk dari Jayapura, Papua.
Adapun Yoyok adalah narapidana yang tidak pernah jera atas berbagai sangkaan kasus narkotika. Kasus pertama membuat dirinya dihukum 20 tahun penjara pada Februari 2011 silam. Dan sekarang, pria kurus yang juga disebut sebagai "Jenderal Besar" ini ditangkap BNN karena kasus pengendalian sabu antar lapas.
Sumber : viva.co.id
0 komentar:
Post a Comment