Ikhwanul Muslimin akhirnya meraih kekuasaan tertinggi di Mesir setelah berjuang selama 84 tahun di negeri Seribu Menara itu.
Padahal, organisasi yang didirikan dai kesohor Mesir, Hassan Al Banna, pada 1928 itu dinyatakan sebagai organisasi terlarang di tiga era presiden, yaitu sejak Presiden Gamal Abdel Nasser yang berkuasa pada 1956-1970, berlanjut ke Presiden Anwar Saddat (1970-1981), hingga Presiden Hosni Mubarak (1981-2011).
Ikhwanul Muslimin belakangan mendapat momentum ketika dunia Arab dilanda "demam" Revolusi Musim Semi atau Arab Spring dengan tumbangnya rezim pimpinan Presiden Hosni Mubarak pada 11 Februari 2011 menyusul tumbangnya Presiden Tunisia, Zaine Abidin Ben Ali, sebulan sebelumnya.
Di era sebagai organisasi terlarang itu, banyak pemimpin Ikhwanul Muslimin dilaporkan disiksa dan dipenjara tanpa lewat pengadilan.
Bahkan, salah satu tokoh karismatik, Sayed Qutub, dihukum gantung di era Presiden Abdel Nasser pada 1966 atas dakwaan usaha penggulingan pemerintah.
Alhasil, kini Ikhwanul Muslimin telah meraih posisi terhormat dalam kekuasaan, dan diharapkan dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Harapan itu kini berada di pundak akademisi lulusan Amerika Serikat itu. Moursi dilahirkan di desa Adwah, Provinsi Syarqiyah, bagian timur Mesir, pada 20 Agustus 1951 dari keluarga petani sederhana.
Seperti pemimpian Ikhwanul Muslimin lainnya, doktor bidang teknik material jebolan University of Southern California pada 1982 itu telah makan asam garam dalam perjuangan dengan keluar masuk penjara akibat keteguhan sikapnya.
Selain di dunia akademisi, Ketua Partai Kebebasan dan Keadilan, sayap politik Ikhwanul Muslimin, itu juga telah berpengalaman dalam politik sebagai anggota DPR di era Mubarak dalam Pemilu pada 2000 selaku juru bicara kubu Ikhwanul Muslimin di dewan legislatif.
Moursi memiliki seorang istri dan dikaruniai lima anak dan tiga cucu. Kini dunia menanti kiprah organisasi Islam itu untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam mengelola pemerintahan yang produktif, bersih dan berwibawa.
Sumber : republika.co.id
Padahal, organisasi yang didirikan dai kesohor Mesir, Hassan Al Banna, pada 1928 itu dinyatakan sebagai organisasi terlarang di tiga era presiden, yaitu sejak Presiden Gamal Abdel Nasser yang berkuasa pada 1956-1970, berlanjut ke Presiden Anwar Saddat (1970-1981), hingga Presiden Hosni Mubarak (1981-2011).
Ikhwanul Muslimin belakangan mendapat momentum ketika dunia Arab dilanda "demam" Revolusi Musim Semi atau Arab Spring dengan tumbangnya rezim pimpinan Presiden Hosni Mubarak pada 11 Februari 2011 menyusul tumbangnya Presiden Tunisia, Zaine Abidin Ben Ali, sebulan sebelumnya.
Di era sebagai organisasi terlarang itu, banyak pemimpin Ikhwanul Muslimin dilaporkan disiksa dan dipenjara tanpa lewat pengadilan.
Bahkan, salah satu tokoh karismatik, Sayed Qutub, dihukum gantung di era Presiden Abdel Nasser pada 1966 atas dakwaan usaha penggulingan pemerintah.
Alhasil, kini Ikhwanul Muslimin telah meraih posisi terhormat dalam kekuasaan, dan diharapkan dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Harapan itu kini berada di pundak akademisi lulusan Amerika Serikat itu. Moursi dilahirkan di desa Adwah, Provinsi Syarqiyah, bagian timur Mesir, pada 20 Agustus 1951 dari keluarga petani sederhana.
Seperti pemimpian Ikhwanul Muslimin lainnya, doktor bidang teknik material jebolan University of Southern California pada 1982 itu telah makan asam garam dalam perjuangan dengan keluar masuk penjara akibat keteguhan sikapnya.
Selain di dunia akademisi, Ketua Partai Kebebasan dan Keadilan, sayap politik Ikhwanul Muslimin, itu juga telah berpengalaman dalam politik sebagai anggota DPR di era Mubarak dalam Pemilu pada 2000 selaku juru bicara kubu Ikhwanul Muslimin di dewan legislatif.
Moursi memiliki seorang istri dan dikaruniai lima anak dan tiga cucu. Kini dunia menanti kiprah organisasi Islam itu untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam mengelola pemerintahan yang produktif, bersih dan berwibawa.
Sumber : republika.co.id
0 komentar:
Post a Comment